I REALLY LIKE THIS LINK
Biarkan mereka bermain di masjid, agar hati mereka selalu terpaut dengan masjid.
Biarkan mereka bermain di masjid agar mereka tak bermain diluar yang bisa merusak iman dan akhlak mereka
Biarkab mereka bermain di masjid, agar mereka belajar berteriak tentang kebenaran, bukan berteriak karena mabuk.
Tanpa sadar, kita seringkali menjadikan masjid sebagai tempat yang sangat tidak nyaman bagi anak-anak.
Saat mereka datang dan bermain-main di sana, kita marahi, kita bentak-bentak, bahkan kita usir, dengan alasan bikin ribut dan mengganggu orang shalat.
Untungnya, anak-anak masih suka datang ke masjid karena mereka senang bermain-main di sana bersama teman-temannya.
Lantas saat anak-anak tersebut beranjak remaja, masjid bagi mereka tidak lagi terlihat menarik. Mereka kini lebih suka nongkrong di mal, di tempat-tempat dugem, tak pernah lagi mau mampir ke masjid.
Kita yang menjadi pengurus dan jamaah masjid pun semakin tua. Usia kita sudah di atas lima puluh tahun. Tak ada lagi kaum muda yang mau mampir ke masjid.
Kita hendak mengajak anak muda untuk ikut mengelola masjid, namun susahnya bukan main.
Kita gelisah, khawatir jika tak ada REGENERASI. Bagaimana jika kita semua telah tiada? Siapa yang akan menggantikan posisi kita?
Para remaja dan orang-orang setengah baya tidak tertarik untuk datang ke masjid. Sementara anak-anak kecil yang masih mau datang ke masjid, justru kita marahi, kita bentak-bentak, bahkan kita usir, hingga akhirnya mereka tidak berani lagi datang ke masjid.
Padahal, anak-anak tersebut adalah generasi penerus kita. Mereka memang nakal, suka bikin ribut di masjid, bermain-main dan bersorak-sorak ketika orang dewasa sedang khusuk shalat beribadah menghadapNya.
Kita merasa terganggu, merasa tak bisa khusuk beribadah gara-gara mereka. Kita jengkel terhadap anak-anak yang tak bisa diatur.
KITA LUPA bahwa semua anak memang begitu. Semua anak memang senang bermain-main, bikin ribut, bikin heboh. Namanya juga anak-anak.
KITA LUPA bahwa kita pun pernah jadi anak-anak. Mungkin dulu kita jauh lebih nakal dibanding mereka.
KITA LUPA bahwa anak-anak tersebut adalah generasi penerus kita.
KITA LUPA bahwa di balik keributan dan kehebohan yang dibuat oleh anak-anak tersebut, yang membuat kekhusukan shalat kita terganggu, TERSIMPAN banyak pengalaman berharga. Itu adalah pengalaman serta latihan untuk mengenal, akrab, suka, lantas cinta kepada masjid.
KITA LUPA bahwa rasa cinta terhadap masjid harus dilatih dan dibiasakan sejak dini.
KITA LUPA bahwa untuk mencintai masjid itu butuh PROSES. Dan proses terbaik itu idealnya diawali sejak usia dini, sejak seseorang masih kanak-kanak.
KITA LUPA, bahwa siapa tahu di masa mendatang justru kanak-kanak tersebutlah yang menggantikan kita. Siapa tahu, setelah remaja atau dewasa, mereka tampil sebagai umat yang sangat mencintai masjid. Mereka berdakwah, berjuang untuk memakmurkan masjid, berjuang untuk menegakkan nilai-nilai Islam, yang dimulai dari dalam masjid.
Namun sayangnya, kita tanpa sadar telah membunuh PROSES menuju rasa cinta tersebut. Tanpa sadar, kita SEJAK DINI menghancurkan semangat perjuangan dakwah tersebut dari para generasi muda tersebut.
Jika ditanya siapa yang bertanggungjawab atas sepinya masjid-masjid, maka jawabannya adalah KITA para pengurus dan jamaah masjid yang sibuk memarahi, membentak dan mengusir anak-anak yang bikin ribut di dalam masjid.
Jawabannya adalah KITA, para orang tua yang hanya sibuk menyuruh anak-anak kita shalat di masjid. Sedangkan kita justru asyik nonton sinetron dan lalai beribadah wajib.
Anak-anak kita butuh keteladanan. Bagaimana mungkin mereka mau mencintai masjid, jika kita sendiri tak pernah mau shalat di masjid. Bahkan shalat di rumah pun kita tidak pernah mau.
Kita lupa, bahwa anak-anak yang bikin ribut di masjid itu umumnya adalah mereka yang datang sendiri ke masjid, atau bersama teman-temannya, tanpa didampingi oleh orang tua masing-masing.
Jika didampingi oleh orang tuanya, anak-anak biasanya lebih gampang diatur, dan bisa tertib dalam beribadah (kecuali yang usianya masih balita).
Para jamaah serta pengurus masjid pun tak akan berani memarahi anak-anak yang didamping oleh orang tuanya.
Ya,
Kita merasa terganggu oleh kehadiran anak-anak di dalam masjid. Kita lupa bahwa anak-anak yang bikin ribut di dalam masjid itu jauh lebih baik ketimbang anak-anak yang duduk dengan manis, fokus bermain game, berpesta pora, menonton film porno dan sebagainya di tempat lain.
Jika anak-anak tersebut masih bikin ribut di masjid, adalah tugas kita untuk menertibkannya dengan cara baik-baik dan lembut, penuh kasih sayang. Adalah tugas kita untuk ikut shalat berjamaah di masjid, sambil menjaga anak-anak kita agar mereka tidak sampai bikin ribut di sana.
Mari renungkan bersama-sama.
0 Response to "Ketika Kita Memarahi Anak-anak yang "Bikin Ribut" di Masjid"
Posting Komentar